Sunday, November 25, 2007

[tentang] Banyak Jalan


Yang namanya jalan memang sebuah tempat lalu lalang, sebuah infrastuktur untuk transportasi. Jalan pun lantas menjadi penanda sebuah alamat dan kemudian diberi nama, bisa jadi nama pahlawan, tokoh adat atau leluhur, gunung, wayang, buah-buahan hingga deret angka Romawi. Jalan juga bisa bercerita banyak, meski itu hanya jalan kampung atau gang yang menuju rumah saya.


Rumah saya yang pertama, terletak di Kampung Ketandan, sekitar 500 m dari jalan Malioboro Jogja. Dari dulunya, kampung ini memang padat, bahkan tanah kosongpun tak ada, semua sudah di semen. Jalan kampungnya pun model huruf "T". Kedua ujungnya gang beradu dengan jalan raya aspal dan sisi lainya berujung pada jalan buntu. Nah rumah saya berada pada akses jalan buntu tersebut. Alhasil rumah saya terkesan " ngumpet".


Jalan buntu itu pun terletak di tengah2 antara kedua ujung gang. Resiko jadi sama-sama jauh, baik mo ambil jalan ke utara atau ke selatan. Tapi yang lebih merepotkan lagi adalah "keharusan" menuntun sepeda motor. sama-sama menuntun jauh untuk menuju jalan raya. Maklum tahun 80an, sepeda motor belum banyak, dan abah saya harus "tepo sliro" dengan menuntunnya.


Pada SMP, saya pindah rumah ke kampung Purwodiningratan. Kampung ini jauh lebih besar dari kampung sebelumnya. Letak rumah saya berada di ujung utara. Jika saya menyebut nama kampung "purwodiningratan" orang akan merujuk pada kompleks perguruan Muhammadiyah yang berada di Jalan KHA Dahlan, yang berada sangat jauh dengan rumah saya. Akses terdekat ke rumah justru mengambil jalan KS Tubun atau yang lebih dikenal dengan kawasan Patuk yang terkenal dengan cemilan Bakpia.


Kampung ini juga sangat padat, rumahnya juga berdempetan. Untuk menyiasati kondisi tersebut, rumah saya dan rumah tetangga membuat "gang" sendiri. Keduanya pun membagi tanah secara adil. Gang ini sebenar bukan akses jalan, tetapi untuk membuat sirkulasi yang baik. Ada jendela menghadap gang tersebut, sekaligus tempat sepeda motor atau sepeda. Untuk menghindari agar gang tersebut dijadikan akses jalan dan menjaga rasa aman, salah satu ujungnya sengaja ditutup semi permanen dengan papan kayu.


Rumah saya saat ini, di kampung Demakan, lebih unik lagi. Rumahnya dibangun sesuai luas tanah yang dimiliki. Perkiraan awal, tak perlu halaman depan, karena masih ada tanah kosong, berupa kebun pohon pisang, di depan rumah. Namun dengan seiring waktu, tanah kosong itupun dibangun rumah, akhirnya rumah saya dengan rumah didepannya sangat mepet, hanya sebatas jalan selebar 1 meter saja. Cukup merepotkan untuk sepeda motor (atau gerobak sampah, tukang bakso) yang saling berpapasan.


Terlepas dari cerita itu semua, jalan juga menyiratkan sebuah makna mendalam. Jika dunia mengenal peribahasa "banyak jalan menuju roma"; maka saya pun tak mau kalah, " banyak jalan menuju rumah saya".... bukan berti saya punya banyak rumah, tapi sering pindah-pindah rumah. hehehehe

ps. foto : rumahku di demakan, sumber : google.

Rock d World!
rio_nisafa