Tuesday, April 21, 2009

Ke(tidak)adilan dalam Demokrasi



Apakah adil ketika orang tua memberi uang saku yang sama kepada anak-anaknya? Jika anak pertama hingga anak terahkir memperoleh uang saku yang sama, apakah orang tua itu dapat dikatakan sebagai orang tua yang adil ?

Anda pasti menjawab tidak adil, karena masing-masing anak punya kebutuhan yang berbeda, sehingga uang sakunya juga tidak sama. Jika anak pertama sudah kuliah dan memperoleh uang saku yang sama dengan adiknya yang baru umur 5 tahun, maka besar uang yang sama adalah sebuah ketidakadilan.

Begitu juga dengan demokrasi, apakah adil jika semua orang mempunyai hak yang sama dalam pemilihan umum? Seorang yang buta huruf mempunyai suara yang sama dengan seorang profesor ilmu politik? Bagaimana dengan individu yang setiap hari kritis terhadap pemerintah dan menyaksikan acara politik di televisi dengan seorang ibu-ibu yang menghabiskan waktunya untuk menonton gosip pacaran raffi ahmad dengan yuni shara atau penasaran baju kembaran yang mana lagi yg mo dipake the sister ?

Jawabnya jelas sekali tidak adil....

Seorang profesor ilmu politik akan sangat paham, seberapa idealkah partai pemilu dalam aggreasi kepentingan konstituennya, sedang si buta aksara mungkin tidak tau apa bedanya kampanye dengan cerita pepesan kosong.

Seorang penonton setia acara politik di tivi (dan melalui media massa lainnya) akan sangat selektif dalam memilih partai. Berbagai referensi akan memandu ia uintuk memilih sebuah partai politik yang ideal. Dan si ibu-ibu penggosip, hanya akan paham bahwa si calon presiden A, bisa bernyanyi saat kampanye, atau ketua partai B sering muncul di iklan tv dengan seribu janji, tanpa mengenal visi misi dan plafrom partai

Itu lah membedakan seorang mahasiswa dengan murid TK, meski sama-sama memiliki ayah dan ibu yang sama serta tinggal di rumah yang sama. Begitu juga dengan rakyat sebuah negara, meski tinggal di negara yang sama; tingkat pendidikan, kesadaran politik, melek media (bukan hanya buta huruf atau tidak) sangatlah beragam. Bagaimana kita bisa memberi suara yang sama bagi mereka?

Hal ini lah yang tampaknya menjadi dasar pemikiran Aristoles, filusuf yunani, bahwa demokrasi bukanlah sosok ideal bagi jalannya roda sebuah pemerintahan.

Bagi saya, jika demokrasi tidak bisa berbuat adil, bagaimana mampu melahirkan pemimpin yang adil pula ?

Monday, April 20, 2009

Perjudian Atas Nama Pemilu


Kabar bahwa sejumlah rumah sakit jiwa menyiapkan bangsal khusus caleg gagal, tampaknya sudah lama terdengar. Sekian banyak orang jadi stress gara-gara pemilihan legistatif juga barang jamak di media massa. Sejumlah RSJ juga mengalami peningkatan pasien inap, rawat jalan atau sekedar berkonsultasi kesehatan jiwa. Sebuah running text di televisi menyatakan bahwa dinas kesehatan mengindikasikan adanya ribuan caleg terindikasi mengalami gangguan jiwa. Uniknya ada juga caleg yang harus menjalani terapi transfer energi yang berbau supranatral untuk menenangkan dirinya.

Berita sore di statiun tv lain menyatakan sebuah puskesmas menyetok obat penenang lebih banyak sesuai instruksi dari dinas yang juga berkaitan dengan agenda 9 april lalu. Seorang ibu bahkan harus gantung diri karena hanya mendapat belasan suara. Seorang caleg gagal menyegel halaman rumahnya yang biasanya digunakan sebagai pasar kaget, karena memperoleh suara minim dari para pedagang. Di kota lain, caleg mengusir beberapa keluarga yang tinggal di atas tanahnya, hanya karena orang yang terusir tidak mencontrengnya. Pengurus pengajian terpaksa mengembalikan karpet yang diberikan caleg saat pemilu karena sang caleg tidak mendapat suara cukup. Di tempat lain, bukan karpet tapi berupa semen dan ubin keramik.


Atau anda mau menambah lagi..... Silahkan, monggo...

Lalu untuk apa kita mengikuti pemilu jika para calon anggota legistatif nya seperti ini ?

Mungkin ada yang berkomentar " saya tidak memilih caleg seperti di atas, ia berhasil duduk di dewan? "

Tapi apakah ada garansi yang menyatakan seandai caleg yang ia pilih, tidak berperilaku sama seandainya sang caleg hanya mendapat suara minim?

Pertanyaan selanjutnya bagaimana kita bisa percaya pada pemilu yang membiarkan orang yang memiliki potensi sakit jiwa berhak mencalonkan diri sebagai anggota dewan?

Atau jangan-jangan pemilu ini tak ubahnya seperi sebuah pertaruhan atau judi? Pemilu seakan menjadi adu untung layaknya judi dadu atau judi togel. Siapapun boleh memasang taruhan asal punya uang. Syarat lain, gak ada sama sekali. Tinggal berhitung, seberapa banyak duit yang tinggal di dompet. Mo mempertaruhkan seluruh isi dompet juga tak masalah. Tinggal pilih pada angka yang dipercaya pembawa lucky dan memacu jantung saat bandar menggulirkan dadu. Yang menang, silahkan mabuk kepayang. Yang kalah, diperbolehkan melontarkan sumpah serapah dan menjadi gila.

Sekali lagi, jangan-jangan (seperti kalimat pembuka paragrap di atas) .... Perjudian, eh maksud saya pemilu ini memang harus seperti di atas, karena mengagung-agung sesuatu yang bernama demokrasi? Toh, yang namanya demokrasi kan dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat?. Jadi wajar banget, klo siapaun berhak mencalonkan diri sebagai anggota dewan yang terhormat itu. Persoalan kriteria bagaimana, mengapa dan siapa yang berhak mencalonkan diri bukanlah menjadi sebuah perkara. Atau pertanyaannya, siapa yang akan mempersoalkan dan kenapa harus dipersoalkan pula.

Sudahlah.... Daripada saya ikutan-ikutan gila seperti mereka.

rti mereka.

Tuesday, April 07, 2009

Soundtrack Pemilu 2009

1.
Lumpur merendam
Pilunya belumlah sirna
Jika mentari panasnya tak lagi menyengat...
Apakah ini adalah....akhir dari tempatku berpijak

song : terluka
artist : padi
album : tak hanya diam


2.
Kita merasa benar-benar pintar
Memasyarakatkan kebodohan ini
Kita membicarakan kenyataaan dalam dunia fantasi

song : kenyataaan dalam dunia fantasi
artist : Koil feat The Rock
album : -


3.
aku sudah bosan dengarkan kata-kata
aku sudah muak dengarkan harapanmu
aku sudah lelah dengan harapan
aku sudah mual dengarkan ceritamu

song : impresi
artist : pas band
album : the best of pas band


4.
Meski banyak padi di sawah
hatiku selalu resah
meski telah ganti pemerintah
hidupku selalu susah

song : mars pembantu
artist : titi kamal
album : OST Mendadak Dangdut


5.
memang jaketku memang kotor
jangan menghina, yang penting bukan koruptor

song : memang
artist : slank
album : suit..suit hehehe


6.
kau tak memikirkan akan nasib kami,
tau kah kau itu?
kau hanya mementingkan keinginanmu
ku mau kau dengar kami.... kau rese yeach....

song : paraelite
artist : EdanE
album : 170 Volt


7.
wakil rakyat seharusnya merakyat
jangan tidur waktu sidang soal rakyat

song : iwan fals
artist : surat buat wakil rakyat
album :


8.
yang aku butuh negeri maju,
yang pemimpinnya bukan pemimpin palsu
yang aku butuh negeri makmur,
biar mimpiku gak jadi kabur.

song : Udara segar
artist : BIP
album : Udara segar

9.
kami orang muda, kaya akan obsesi
mobilitas tinggi, haus reformasi hakiki

song : format masa depan
artist : dewa 19
album : format masa depan