(1)
Saya sempat terobsesi untuk mempunyai sebuah notes dalam saku belakang celana. Tentunya notes dengan alat tulis. Kemanapun pergi, saya untuk selalu membawa notes tersebUt. Hal ini diilhami oleh serial duo detektif cilik Amy dan Hawkeye, sebuah novel tipis berukuran tanggung yang sering saya baca di perpustakaan wilayah di kota saya tatkala SMP. Jika ada waktu luang di sore hari, saya sering bersepeda ke perpustakaan milik pemerintah tersebut. Letaknya pun ada di Jalan Malioboro, tak jauh dari rumah saya.
Amy dan Hawkeye adalah dua remaja usia belasan (sama seperti saya saat itu) yang selalu memecahkan berbagai misteri. Dari misteri perampokan, pencurian, hilangnya suatu benda dan sebagainya. Dalam memecahkan masalah Hawkeye selalu menggambar kondisi TKP dengan notes yang selalu ia bawa. Amy, sobatnya juga membantu memecahkan problema tersebut. Gambar Hawkeye tersebut menjadi pedoman bagi duo detektif. Uniknya (atau hebatnya), dalam sang pembaca juga berinteraksi dengan memecahkan misteri dengan mengamati kejanggalan atau keanehan dari gambar tersebut. Dalam setiap kasus, jalannya cerita dibagi tiga bagian, narasi tentang kasus, gambar TKP dan narasi pemecahan kasus. Setelah membaca sebuah kasus, pembaca dapat memecahkan misteri siapa perampok, perihal alibi, trik penipuan, atau modus kejahatan lainnya melalui pengamatan detail gambar. Jawabannya ada di akhir cerita yang di sajikan di halaman belakang dan di ditulis secara terbalik. ya terbalik, seperti tulisannya Da Vinci. Pembaca yang ingin mengetahui akhir kasus tersebut dalam membaca narasi penyelesaian kasus dengan mengunakan cermin atau menerawangnya ke arah cahaya.
Selain teergolong novel detektif yang ringan, Serial Amy dan Hawkeye menawarkan interaksi yang jarang dijumpai di media buku. Namun yang lebih berkesan, bagi saya, adalah bagaimana sebuah notes yang selalu dibawa sang tokoh mampu memjawab semua teka teki. Jauh setelah membaca novel tersebut, saya baru sadar klo seorang detektif juga harus memiliki mata setajam mata elang, Hawk-eye.
Namun sayang beribu sayang, saya hanya remaja (atau manusia) biasa... Saya teramat jarang mengalami kejahatan di depan mata. Bagaimana pula saya ingin memecahkannya melalui coretan2 sketsa TKP. NOtes yang ingin saya bawa terus pun tak benar-benar ada di saku belakang celana.
(2)
Bagi saya bolpen bukan sekadar alat tulis semata. Di tangan saya, bolpen bisa menjadi 'mainan' sederhana. Di sekolah atau kampus, saya sering memutar-mutar bolpen dengan jari-jari saya. Sekilas memang sederhana, tetapi saya yakin tak banyak orang bisa memainkannya dalam sebuah kesempatan. Sayapun perlu waktu untuk mahir memutar bolpen. Caranya... pegang pulpen antara jari telunjuk dengan jari tengah, lalu putar bolpen sehingga posisi bolpen berada di antara jari tengah dan jari manis. Dari sela jari ke sela jari berikutnya. JIka bolpen sudah berada di antara jari manis dan kelingking, putar balik arah bolpen. Begitu saat bolpen berada di sela jari tengah dan jari telunjuk.
Saya tahu 'permainan' ini dari Dody, teman saya kecil. Tepatnya ketika kelas 3 SMP. Dan ketika SMA, muterin pulpen telah menjadi hobby saya. Bahkan beberapa teman minta diajarin muterin pulpen. Ketika memasuki masa kuliah, saya juga sempat menularkan hobby ini ke beberapa teman. hehehe... saya belajar hobby ini dari teman dan kemudian waktu saya juga harus mengajarkan pada teman lain.
Masih di bangku kuliah, saya menemukan alternatif memainkan bolpen. BOlpen bukan diputar di antara jari jemari, tetapi cukup diputar melingkari ibu jari. Ini berbeda sekali dengan metode saya. Klo muter bolpen versi saya (atau dody), ibu jari tidak pernah digunakan sama sekali. Cara memainkan juga tak kalah susahnya. Pegang pulpen antara ibu jari dengan jari telunjuk. Dengan sedikit sentakan jari buat bulpen memutar melingkar ibu jari. Tapi dengan cepat pula tahan putaran tersebut dengan jari telunjuk. Setelah bolpen terhenti sejenak, coba putar lagi bolpen tersebut. Sampai kini saya merasa cukup mahir memainkan kedua teknik ini.
Sebenarnya ada 'varian' lain memainkan bolpen dari kedua teknis di atas. Yang pertama bolpen tidak lagi diputar balik ketika berada di jari manis dan jari kelingking...tetapi meneruskan putaran melalui jari yang sama. Hasilnya gerakan bolpen tidak bolak-baik tetapi memutar. Yang kedua, juga merupakan kebalikan teknis kedua. Jika teknik sebelumnya jari telunjuk digunakan untuk menahan putaran bolpen, maka pada varian ini, jari telunjuk digunakan untuk membuat tolakan baru. Gerakan bolpenpun menjadi bolak-balik melingkari ibu jari. Namun saya tidak menguasai kedua varian ini.
Ada suatu cerita menarik... ketika di kampus, Yulia, adik angkatan saya berkata bahwa ia sempat melihat seseorang di sebuah Mall. Lalu ia bercerita detail bahwa ia melihat ada seorang yang muterin bolpen sepanjang jalan. Bahkan ketika naik eskalator. Dan sejuruspun ia sadar, kalo orang itu adalah saya.
(3)
saya tak hanya mempunyai 1 blog dalam dunia maya. Kalo dihitung sebenarnya ada 2 blogger dan sebuah personal site. Blog dan Personal site memang perlu saya bedakan. Karena keduanya juga mengalami masa trend sendiri. Blog lebih belakangan muncul dan lebih bersifat semacam diary online dan sederhana, sedang personal site lebih luas. Perbedaaan lainya juga menyangkut pengiriman content.
http://www.geocitoes.com/rio_nisafa
Situs ini dirancang sebagai situs mengenai apapun tentang rio.... mulai dari CV (yang biasa buat lamaran kerja), Serial Cerita (masih ingat Serial Roy dan JOKo), serial Tulisan (Cangkem dan Cerita Tentang...), karya grafis, situs2 favorit, curhat, kata2 mutiara dan sebagainya. pokoknya apapun tentang saya, ada! Namun situs ini tak kunjung selesai... Dari sisi site map, mungkin udah oke, tapi ketika diklik, masih banyak page yang kosong... selain karena minimnya akses internet (ongkos di warnet maksudnya hehhe), minat saya untuk meneruskan situs ini juga sudah terkikis.
http://www.rio230978.blogspot.com/
Blogger ini saya buat ketika lagi musim-musimnya orang bikin blog. sebuah trend yang tampaknya masih berlanjut. Beberapa tulisan yang tidak saya update di personal site, saya masukkan ke blog ini. Tulisannya pun sangat beragam, mulai dari resensi musik, cerita pendek hingga puisi. Sedang diary saya sendiri (semacam catatan harian) malah tidak pernah ada sama sekali. Bukan berarti saya malas mengirim diary ke blog (sebagaimana fungsinya blog itu sendiri), tetapi karena memang saya tidak pernah (lagi) menulis diary.
http://rio_nisafa.blogs.friendster.com/rio_nisafas_blog_/
Tak mau kalah dengan situs2 sejenisnya, Friendster (www.friendster.com) menawarkan blog secara free kepada usernya. Hal ini tentu hal yang mengembirakan ditengah trendnya Friendster (atau FS, orang menyingkatnya). Fitur2 yang ditawarkanpun menjadi lebih komplet. Sayapun (http://www.friendster.com/rionisafa) juga mempunyai blog FS. Namun karena posting tulisannya harus login terlebih dahulu, saya pun menjadi malas untuk mengupdate. Tulisan saya di blog ini juga sangat sedikit. Padahal setiap kita mengup date blog, FS akan secara otomatis memberi tahu ke seluruh teman kita yang tergabung dalam FS.
Rock d World!
rio_nisafa
1 comment:
klo mo pengen jadi detectif... knapa gak daftar reserse aja... hehehehe
Post a Comment