"Hati-hati klo nulis di internet atau facebook, meski Prita mendapat banyak dukungan, hidupnya gak tenang juga" (Bunda, beberapa minggu lalu)
Kalimat di atas diucapkan Bunda saat Prita masih menghadapi tuntutan ganti rugi sebesar 204 juta. Kini cerita lain lagi, Prita dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim, walau tampaknya jaksa penuntut umum tengah berpikir untuk banding.
Bunda saya memang tidak mengenal secara pribadi dengan Prita. Beliau adalah orang awam di bidang hukum dan internet. Hanya sekali beliau "meneggok" facebook untuk melihat foto-foto keponakan di situs jejaring itu. Jadi kalimat di atas seakan menjadi nasehat bagi saya untuk berhati-hati dalam mengungkapkan ekspresi di dunia maya.
Sebagai nasehat orang tua ke anaknya, tentunya saya menyimak baik-baik. Saya tak tidak mau jadi anak durhaka ala Malin Kundang. Saya pun tidak membantah atau mengeluarkan sejumlah jurus argumen. Hanya berkata lirih "ya, bunda" hehehhehe
Namun tidak untuk tulisan ini, bukan karena saya lain di bibir lain di hati lho (walahhh!!). Bagi saya menulis status di fesbuk adalah sebuah ekspresi, sebuah penyampaian pendapat ke publik melalui situs yang didirikan oleh seorang pemuda yahudi (walahhhh lagi). Begitu juga dengan bentuk email, ia adalah sebuah sarana komunikasi. Apapun itu content di dalamnya.
Begitu juga dengan kasus Prita. Email Prita seharusnya dipahami secara sederhana saja, bahwa ada seorang warna negara (atau konsumen) yang hanya ingin mengutarakan pendapatnya terhadap Rumah Sakit Omni Internasional. Dan kita semua tahu bahwa isi email tersebut menyatakan kekecewaan terhadap pelayanan (dokter) rumah sakit tersebut. Pihak RS OMNI seharus memahami email Prita secara sederhana pula, sebagai sebuah kritik dari pasiennya. Simple kan. Klo kritik itu kemudian dijadikan bahan masukan untuk memperbaikan kinerja, maka pihak RS Omni sendiri lah yang diuntungkan dengan kritik tersebut.
Sekarang lihatlah RS OMNI di dunia maya, komentar miring pun bermunculan mengenai rumah sakit ini. Seorang netter menyatakan klo pun ia sekarat tidak akan masuk ke RS tersebut. Bahkan ketika RS OMNI mendapat award di dunia marketing, orangpun lantas mencibir. Bahkan banyak orang yang mempertanyakan kata "internasional" pada rumah sakit yang (ternyata) tidak ada hubungan afiliasi manapun RS manapun di luar negeri. Mungkin kita juga perlu tahu apakah sejak kasus Prita mencuat, omzet, eh kunjungan pasien melorot tajam atau tidak.
Kasus Prita pun seolah menjadi sebuah pertanyaan besar.... kenapa upaya kritik (atau menyampaikan pendapat) justru dikenakan tuduhan pencemaran nama baik. Bahkan ketika hukum mengacu pada UU ITE, sanksi yang diberikan justru lebih besar dari KUHP. Padahal kita tau semua bahwa KUHP merupakan produk belanda pada masa kolonial. Kini setelah merdeka, Pemerintah justru mengeluarkan perundang-undangan yang lebih kejam dari bangsa penjajah itu.
Mengaitkan ke ranah IT dan hukum, UU ITE justru semakin membelenggu warga negara dalam menyampaian pendapat di jaman yang sudah global ini. Ini jaman internet bung, jaman keterbukaan kenapa juga semua dikekang ? Para akademisi dan jurnalis pun ramai-ramai menolaj UU ITE. Justru pekerja entertaiment yang justru menggugat Luna Maya dengan UU ini... maaf, saya tidak berkenan menyebut pekerja infotaiment sebagai jurnalis, karena infotaiment tidak mempunyai nilai berita apapun bagi saya.
Bahkan ketika demam facebook pun, kebebasan menyampaikan pendapat sudah terbuka luas. Simplenya, hanya dengan menulis status, kita sudah menyampaikan pendapat kita secara terbuka ke seluruh dunia, sedetik setelah kita klik tombol update status. Maka upaya pengekangan pendapat individu melalui pasal pencemaran nama baik justru menimbulkan lawakan tak bermutu. Repot amat negara ngurusin hal-hal semacam ini.
Kembali ke soal kritik sosial.... maka ingatan saya kembali pada sebuah status beberapa minggu lalu " Gimana nasib Anggodo yah ? Kok SBY tidak menuntut Anggodo, padahal jelas-jelas namanya dicatut seperti yang kita dengar di sidang MK. Masak SBY kalah sama RS Omni, perkebunan kakao dan pemilik semangga " ..... (kurang lebih sich, detailnya sama males buka profil fb).
Inilah bentuk kritik saya pada negara ini, bukan saja pada Anggodo dan SBY, tetapi juga rasa keadilan di republik yang sejak jaman saya SD didengung-dengungkan sebagai negara hukum. Sekali lagi inilah kritik saya seorang warga negara biasa. Saya bukan aktivis yang melakukan aksi-aksi jalanan, saya bukan akademisi yang mengajarkan etika di bangku kuliah, atai pengamat yang bersuara lantang di media... Jadi inilah bentuk kritik saya pada pemerintahan saat ini.
Dan semua ini bukanlah pencemaran nama baik, buat apa saya mencemarkan nama mereka, gak ada untungnya sama sekali buat saya. Jika ada pihak-pihak yang merasa tercemar nama baiknya karena status saya (dan tulisan ini) tolong, sekali lagi tolong gunakan akal sehat Anda.... itupun klo masih ada.
Rockin'>>>!
rio_nisafa
No comments:
Post a Comment