Minggu sore, ku sempat jalan-jalan seore di PIM (Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan). Sebuah kebiasaan setiap akhir pekan, aku gunakan waktu untuk jalan-jalan di shopping Mall. Di Lantai Tiga PIM, disebuah coffee shop, mataku tertuju sebuah papan bertuliskan " Untuk Menjaga Rasa dan Aroma Kopi, mohon untuk tidak menyalakan rokok di ...... "
Sebuah pesan yang menarik sekaligus mengena. Sebenarnya pesan tersebut tak ubahnya kalimat "Dilarang Merokok". Larangan tersebut sangat lazim ditempatkan di area publik. Tetapi di sebuah cafe, resto, coffee shop, dan food bazaar larang tersebut jarang dijumpai. Maklum rokok merupakan "teman terbaik" setelah makan berat dan sembari ngobrol. Terlepas adanya Perda Gubernur DKI tentang larangan rokok di tempat-tempat umum dan denda 50 juta.
Nilai lebih dari pesan tersebut adalah meninggalkan simbol-simbol dan kata-kata yang teramat basi. Larangan merokok meman tidak harus mengunakan icon rokok yang disilang (atau dalam lingkaram merah bergaris miring) yang sudah teramat basi. Atau dengan kata-kata lugas Dilarang Merokok atau No Smoking. Bahkan hal tersebut telah menjadi joke lama, bahwa pom benzin dalam bahasa Inggris adalah "No Smoking"
Dalam ilmu komunikasi terlebih periklanan, hal tersebut akan selalu menjadi kajian yang sangat menarik. Sebuah pesan yang ingin disampaikan dapat diungkapkan dengan berbagai macam. baik melalui kata-kata, gambar, ekspresi wajah, gestur tubuh dan sebagainya. Apa yang ingin dikatakan ("What to say") juga harus diikuti bagaimana mengatakan secara tepat ("How to say"). Hal ini membutuhkan sebuah kreatifitas dan bukan perkara gampang. Sebuah campaign dari advertising agency akan diuji di mata klien dan konsumen.
Semua iklan kecap ingin mengklaim sebagai kecap no 1. Tak ada kecap no 2, no 3 atau no 9. Semua perusahaan kecap memang ingin berteriak lantang di setiap iklannya bahwa kecap ini adalah kecap no. 1. Tetapi bagaimana mengkomunikasikan kepada publik secara tepat tidaklah mudah.
Rock d World
rio_nisafa
No comments:
Post a Comment