Konser Ungu di Jogja membawa catatan penting bagi panitia penyelenggara, penonton dan terutama Pasha dkk. Empat hari sebelumnya, konser mereka di Pekalongan membawa 10 korban jiwa. Namun hal tersebut tak membuat mereka membatalkan konser di Stadion Mandala Krida pada pertengahan Desember 2006. Apalagi konser tersebut merupakan penutup rangkaian konser dan ternyata (menurut klaim Ungu) mampu meraup jumlah penonton terbanyak.
Dibuka dengan lagu "Surgamu", nuansa konser ini terlihat berbeda dengan konser band2 pop lainnya. Lagu ini sendiri tercantum dalam album yang bertajuk sama dan rilis dalam bulan Ramadhan lalu. Ribuan penonton yang telah menunggu Ungu, langsung turut melantun lagu ini. Meski dengan lirik yang lirih, gema lagu ini begitu terasa. Terutama di bagian di bagian Reffrain. Tak sedikit penonton konser larut dalam takbir, menyebut kebesaran Sang Pencipta.
Setelah lagu pertama digeber, sang vokalis Pasha langsung menyapa sekaligus meminta penonton untuk memanjatkan doa (berupa bacaan surat Al Fatihah) bagi korban konser Ungu. Semua pihak berharap peristiwa beberapa hari silam tak akan terjadi di kota Jogja. Apalagi pemberitaannya cukup kencang diekspos oleh media massa.
"Andai ku tahu", adalah lagu ketiga yang Ungu bawakan. Dan saya semakin merasakan nuansa yang menghanyutkan dalam konser. Lagu ini seakan menyadarkan kita untuk betapa banyak dosa dan kesalahan yang telah kita buat dalam hidup ini. Liriknya sangat menyentuh kesadaran yang paling dalam, musiknya juga masuk banget. Meski saya rasa lirik ini hampir mirip Al-I'tiroof (Sebuah Pengakuan) yang diciptakan oleh Abu Nawas, saya tetap mengacungkan nilai sempurna buat Ungu.
Dari puluhan konser yang pernah saya nikmati, rasanya hanya konser Ungu ini yang begitu kental nuansa religius, tanpa terjebak pada sesuatu yang dogmatis apalagi melihat sesuatu dari sisi salah atau benar semata. Konser memang harus mengajak penontonya untuk nyanyi bersama, mengerakkan badan sesuai irama, tetapi ketika kesadaran akan sesuatu yang lebih besar tersentuh, konser tersebut memiliki nilai lebih. Ungu mampu menunjukkan hal tersebut, meski hanya di dua lagu.
Kalo boleh saya bandingkan, nuansa seperti ini juga pernah saya rasakan ketika saya menyaksikan "Kenduri Cinta", sebuah "pengajian ngepop" yang dibawakan Emha Ainun Najib. Saya bilang ngepop, karena dalam pengajian tersebut juga dilantunkan musik dari "Kyai Kanjeng". Dua kali saya hadir dalam kenduri cinta tersebut, di boulevard kampus UGM, Jogja dan di Taman Ismail Marjuki, Jakarta. Selain gaya bahasa yang mbeling, aksen ngepop yang dibawakan Cak Nun dilihat dengan munculnya "Mbah Surip" seorang penyanyi reggae berusia gaek.
Kembali ke konser, memasuki lagu berikutnya nuansa Ungu yang mellow dan romantik abis mulai muncul. Ditunjang dengan larisnya album mereka ketiga "melayang" dengan hits "Seperti Yang Dulu", "Tercipta Untukku" dan "Pilihan Hatimu" Ungu benar-benar membius para penonton untuk melantunkan lagu bersama. Ribuan ABG yang menikmati konser itu (tidak termasuk saya!) tampak sudah hapal luar kepala lagu-lagu Ungu.
Sayang... durasi konser ini terbilang pendek untuk sebuah band sebesar Ungu. Kurang lebih sepuluh lagu yang mereka bawakan. Lagu "Laguku" yang juga hits di album kedua tidak masuk dalam songlist dalam konser tersebut. Begitu juga dengan lagu "Ciuman Pertama" yang kerap wira-wiri di radio. Bahkan "Demi Waktu" yang menjadi first single mereka di album "melayang". Padahal saya terlanjur mengharapkan lagu ini turut dibawakan Ungu. Namun begitu.... secara keseluruhan, dua acungan jempol patut mereka dapatkan.
Rock d World! rio_nisafa
No comments:
Post a Comment