Friday, May 12, 2006

Cerpen : REGINA

02/03/2006, 13:36
Regina
nanti mlm aku mulai pindah, tolongin aku pindahan yah, ga bnyk kok.please. :)


Sebuah sms singkat aku terima tepat saat meeting divisi advertising & promotion akan dimulai. Entah kenapa, tiba-tiba saja pikiranku tak dapat dipusatkan ke weekly meeting ini. Ya, sms ini telah merusakkan presentasiku tentang Update Content Website. Bahkan, ketika ibu Priscilla, sang Marketing Director, mengajukan pertanyaan tentang detail content Product knowledge, aku terlihat sangat gagap. "shit, ini kan cuman persoalan sepele, sekadar cross check ke Product Development Departement" ungkapku di dalam hati.

" ada apa sich ? " tanya Iwan lirih sambil merapatkan diri di meja kerjaku. " ennngg.... gak, gak pa pa, tiba-tiba aja kepalaku agak pusing saja". Sang web designer ini ternyata juga mampu membaca perubahan diriku.

Angka di systray telah menunjuk 17.02. Pointer mouse aku arahkan ke turn off computer. Aku hanya ingin meninggalkan kantor dan setumpuk kerjaan. Friendster dan Blogger yang biasa aku sambangin tiap sore, rupanya tak cukup menahanku untuk segera tiba di kost.

Aku mengenal Regina dari Ude, teman kuliahku. Lebih dari itu, Regina sebenarnya adalah cewe Ude. Tapi entah mengapa, aku tertarik pada Regina melebihi semua gadis yang aku kenal. Akupun masih menginggat jelas saat mataku bertatap dan kulit lembutnya menjabat tanganku. "Regina...." sapanya terdengar merdu di telingga. " Regina Pramadita " sambung Ude. Aku kemudian melancarkan basa-basi ringan " namanya indah... seindah orangnya" Aku dan Ude, tersenyum simpul, sedang rona wajah Regina ku lihat sedikit memerah.

“ Ude mana ? “ tanyaku saat Regina tiba di kost. “ Ude gak bisa dateng, lagi ada internal audit, kayaknya ia ada lembur sampai akhir minggu ini ” jawab Regina detail. Barang bawaan Regina, rupanya tak terlalu banyak seperti yang aku duga. Aku membantu Regina mengangkat beberapa kardus besar.

Kamar Regina berada tak jauh dari kamar ku, selisih dua kamar. Regina memilih kost ini karena lokasinya yang dekat dengan kantornya. Rumah kost ini memang terletak di Karet, sebuah lokasi strategis, tak jauh dari kawasan segitiga emas Jakarta. Meski merupakan kost campur, tidak ada batasan penyewa kost harus laki-laki atau perempuan, banyak juga harus mengantri untuk tinggal di tempat ini. Aku juga begitu mempermasalahkan. Bahkan tatkala aku menawarkan kost ini ke Regina, ia dan Ude juga tak ambil pusing.

Aku merebahkan diri tempat tidur. Harusnya setelah membantu pindahan Regina, tubuh ini bisa diajak istirahat. Mataku menerawang ke langit-langit kamar. ” Nggak boleh terjadi... ini gak boleh terjadi ” ucapku dalam hati... ” Regina, kenapa aku harus bertemu dengan gadis semanis dirimu. Senyummu bukan hanya mampu menularkan sebuah semangat, tetapi juga meruntuhkan hati ini. Bahkan saat pertama kali aku mengenalmu, saya mungkin telah jatuh cinta padamu... ya jatuh cinta.”

”Beep...beep...beep ” Siemens ME45 di samping bantalku berdering ringan, memecah keheningan malam dan keresahan dalam hati ini.

02/03/2006, 22:54
Ude
Thank ya.. udah bantuin Regina pindah. Sori gw ga bs bantu, lg da kerjaan nich.

” Maafkan aku, Ude....” kembali batin ini bergejolak. Bagaimana bisa aku menikam Ude dari belakang. Enam tahun persahabatan di bangku kuliah dan tiga tahun perjuangan di kota metropolitan haruskan berakhir secara tragis dan penuh luka. Logikaku tak bisa mencari pembenaran atas hadirnya rasa ingin memiliki Regina dan pengkhinatan sahabat sebaik Ude.

"tok, tok, tok " pintu kamar diketuk.... Jantung ini semakin berdebar-debar. Nafasku semakin memburu tak tentu. "tok, tok, tok " suara ketukan makin terdengar mengema seakan memecahkan gendang telinga. Akupun bergegas membukakan pintu kamar.

Regina berdiri tepat di depan pintu. Senyum manis masih tergantung di bibir tipisnya. Namun aku masih tetap melihat raut wajah indahnya, meski seharian penuh ia bekerja, selama sekian jam harus mengandalkan fisik untuk prosesi pindahan kost. Kaos ketat dan celana selutut yang dikenakan Regina, turut menyempurnakan lekuk tubuhnya. ” Ya... ampun, mengapa aku tak bisa mengontrol denyut nadi ini, desah nafas ini dan derasnya peluh keringat ”

"maaf mbak, bisa minta aquanya ga " Regina menyodorkan sebuah mug besar. Aku masih saja tergagap melihat Regina tepat di depan mataku, saat tengah malam, saat aku tak kuasa ingin memeluknya erat, selama-lamanya.

"oh, Tuhan, normalkah diriku ? "



Rock d World!
rio_nisafa

1 comment:

Anonymous said...

wah ternyata kamu bakat juga menulis cerita yang mampu menarik perhatian orang banyak.