Friday, July 06, 2007

[tentang] Dasar Indonesia!


Entah kenapa, tiba-tiba saja nama Tukul Arwana mencuat di permukaan dunia entertainment. Padahal lawakannnya, menurut saya, gak lucu-lucu banget. Di bawah standar srimulat, malah. Wajahnya yang unik, nggak juga. Ringgo Star lebih terlihat funny. Gerakan tangan menjadi ciri khasnya? saya sudah bosan sejak ia menjadi figuran di video klip "diobok-obok" Joshua.

Klo pun ia telah menjadi host selama lebih 200 episode di "Empat Mata", sekali lagi menurut saya itu bukan prestrasi yang harus diacungi jempol. Ia tak secerdas Farhan dalam mengali detail informasi. Tak seceria duet Indi Barens dan Indra Bekti. Bahkan wawancaranya tak begitu menyentuh sisi emosional ala Dorce Gamalama. Soal lucu, sori saya bahkan harus berpikir keras, kenapa audience di studio bisa tertawa terbahak.

Sori, sekali lagi penilaian di atas memang perkara subyektif saya. Tapi saya sangat-sangat (ada dua kali kata sangat) menghargai kerja keras dari sang Reynaldi ini. Sikap pantang menyerah perlu menjadi sebuah teladan, juga sikapnya yang tidak sombong sampai sekarang.

Saya hanya menyesalkan dengan materi Tukul di acara tersebut. Ada kesan MEMBODOHKAN dan MEREMEHKAN. Coba simak kata "Wong Ndeso". Ucapan kata tersebut disertai dengan intonasi yang merendahkan lawan bicaranya. Seakan lawan bicaranya adalah orang tak beradab, tidak berwawasan, bodoh, atau bahkan pandir. Ndeso bukanlah Desa dalam artian geografis, berupa pemukiman penduduk yang sebagian besar merupakan petani. Ndeso adalah sebuah ejekan, sebuah kata-kata sarkastis.

Kata-kata "Wong ndeso" sinonim dengan kata "Udik, lu" yang kerap dilafalkan orang jakarta kepada orang-orang dari daerah. Atau kata-kata "Dasar Kampungan!" yang juga kerap muncul dalam pergaulan kita sehari-hari. Nada ucapannya pun sama dan sebangun.

Liatlah... dengan boomingnya Empat Mata, kata-kata "wong ndeso" menjadi kosa kata sehari-hari di negara ini! sebuah kata yang ternyata merupakan suatu ejekan. Atau bahkan makian!.

Booming "wong Ndeso" seakan memperlihatkan bagaimana bangsa ini ternyata bangsa yang suka mengejek bangsanya sendiri, gemar memperolok-olok diri sendiri atau bahkan memiliki wajah yng sangat arogan! Orang-orang di republik ini seakan menjadi orang yang lebih dengan merendah-rendahkan orang lain. Seakan mereka memiliki harga diri dan martabat yang tinggi hanya dengan mengatakan orang lain "ndeso, udik dan kampungan".

Lalu seperti apakah kita ?

orang yang suka memandang rendah orang lain?

Saya hanya takut, esok hari, ada ejekan "Wong Indonesia"; "Indonesian, lu", atau "Dasar Indonesia!". Sebuah ejekan yng diberikan oleh negara-negara maju pada republik ini. Sebuah ejekan yang mengambarkan kepada pandirnya kita, pandir dalam mengurus dirinya sendiri!


[tentang 12/juli2]

foto : http://www.friendster.com/33780112

Rock d World!
rio_nisafa

1 comment:

Anonymous said...

Aku setuju dengan postinganmu ini. Bagi orang2 yg bukan orang Jawa memang kayaknya kata-kata 'Wong Ndeso' itu dengan bangganya mereka ucapkan. Kalo untuk orang Jawa seperti kita memang terasa cukup kasar. Sebab 'ndesani' itu selain gaya/perilaku kampungan, juga identik dengan kurang berpendidikan.

Sayangnya Tukul menggunakan bahasa2 Jawa kasar untuk mencari popularitas dirinya. Citra diri orang Jawa jatuh berantakan dengan adanya jargon2 dan pencitraan diri Tukul. Padahal (maaf-maaf aja nih) Tukul itu sebagai orang Jawa kan aslinya dari daerah 'pinggiran' Semarang, dimana tempat lahir/tinggalnya pun terhitung 'kumuh' dan 'ora miyayeni'.

Memang salut sih dengan usaha kerasnya dalam mencari rejeki, tapi ya itu tadi, Tukul mengorbankan citra diri orang Jawa. Sedangkan orang asli Jawa itu banyak juga yang tidak se-Ndeso dia, banyak yang benar2 berpendidikan tinggi, keturunan bangsawan (dimana darah biru masih dianggap cukup penting juga bagi orang Jawa). Dan pula masih banyak orang Jawa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan/adat istiadat yang halus tutur kata dan perbuatannya.

Blogmu makin bagus nih, tetep semangat ya...